Desa Sangkanhurip terletak di bagian selatan Bandung, tepatnya di kecamatan Katapang Kabupaten Bandung. Jumlah penduduk Desa Sangkanhurip sebanyak 18.617 orang yang terdiri dari 4840 kepala keluarga, dengan sebagain besar adalah suku sunda dan beragama Islam. Bedasarkan data statistic tahun 2005 menunjukan bahwa hampir 14.000 penduduk desa sangkanhurip tergolong pada usia angkatan kerja yaitu usia 15 sampai 60 tahun.
Luas desa Sangkanhurip adalah 306.977 ha yang terdiri dari 153.505 ha atau hampir setengah dari wilayah desa Sangkanhurip adalah wilayah pertanian dan 107.665 ha yang dipakai sebagai wilayah pemukiman warga. Walaupun secara geografis desa Sangkanhurip sebagian besar adalah wilayah pertanian tapi ternyata penduduk desa Sangkanhurip yang berprofesi sebagai petani hanya sebagian kecil saja sedangkan sebagaian besar penduduknya berprofesi sebagai buruh atau pekerja swasta. Propesi pekerja swasta atau buruh pun terbagi menjadi beberapa kelompok, ada yang memang bekerja di perusahaan-perusahaan milik swasta dan ada juga yang mempunyai usaha sendiri atau dengan kata lain wiraswata. Wiraswasta yang berkembang di desa Sangkanhurip terbagi menjadi beberapa golongan yaitu indrustri pakaian, industri makanan, industri kerajinan dan lain-lain. Industi kerajinan yang ada di desa Sangkanhurip cukup beragam yaitu, industri kerajina peralatan rumah tangga, kerajinan daur ulang barang-barang bekas dan industri kerajian pembuatan Sangkar burung.
Pembuatan kerajinan sangkar burung di desa Sangkanhurip sudah berlangsung cukup lama dan turun-temurun, sulit rasanya kalau kita menelusuri siapa yang paling awal menekuni kerajinan sangkar burung ini. Era rahun 1960-an kerajinan sangkar burung tersebut paling banyak berada di desa Sukamukti yang letaknya di sebelah timur desa Sangkanhurip, tapi seiring dengan perkembangan justru yang cukup berkembang malah para pengrajin sangkar burung yang ada di desa Sangkanhurip, sedangkan para pengrajin sangkar burung yang ada di desa Sukamukti lambat laun makin sedikit dan sudah banyak yang beralih ke propesi lain.
Proses produksi pembuatan sangkar burung yang dimulai dari yang paling sederhana sampai sekarang berkembang seiring dengan permintaan konsumen dan tuntutan pasar yang menginginkan perubahan yang lebih baik, indah dan tahan lama membuat para pengrajin harus lebih kreatif dan inovatif. Tuntutan pasar dan permintaan konsument tersebut sepenuhnya harus mendapat perhatian yang optimal dari para pengrajin. Naik turun dan pasang surut dalam menjalani propesi menjadi pengrajin sangkar burung memang cukup berat dan hanya mereka yang bisa mengarunginya yang masih bisa bertahan sampai sekarang.
Pemerintah akan Memaksimal Kembali Para Pengrajin
Berdasarkan data statistic perkebangan pengrajin sangkar burung tersebut menujunkan adanya penurunan dari tahun ke tahun, pada tahun 2000 tercatat hampir 30 unit usaha dengan hampir 195 kepala keluarga yang menekuni profesia kerajian sangkar burung. dan data statistic tahun 2005 unit kelembagaan ekonomi yang ada di desa Sangkanhurip tersebut menurun menjadi 19 unit atau kelompok usaha pengrajin sangkar burung yang di kelola atau ditekuni oleh kurang lebih 100 kepala keluarga. Para pengrajin sangkar burung tersebut tersebar di wilayah desa Sangkanhurip serta sebagian besar pengrajin berada di tiga Dusun yang ada di desa Sangkanhurip yaitu Dusun Sukasari, Dusun Bungursari dan Dusun Bojong tangjung.
Dari data tersebut jelas menunjukan bahwa permasalahnnya adalah unit kelompok usaha pengrajin sangkar burung tersebut sebenarnya belum secara serius dikelola dan mendapat perhatian dari pemerintah dan belum disadari bahwa para pengrajin tersebut adalah merupakan suatu aset bagi pengembangan daerah. Pemerintah Desa dan lembaga pemerdayaan masyarakat (LPMD) sebanarnya telah melakukan berbagai upaya dalam ikut mendukung pengembangan para pengrajin tersebut seperti yang di tujukan dari data penyaluran dana P2KP (Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) tahun 2000 menunjukan bahwa pengembangan usaha pengrajin sangkar burung ini sebagian sudah pernah dilakukan melalui program tersebut, tapi berdasarkan evaluasi LPMD ternyata belum bisa berhasil secara tepat sasaran hal ini di buktikan dari pengembalian dana P2KP ini yang mulur dan terkesan macet.
Berdasarkan survey dari beberapa pengrajin sangkar burung yang ada di desa Sangkanhurip memang ada yang mengakui bahwa pada tahun 2000 ada dana P2KP (Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) yang disalurkan kepada para pengrajin. Tapi sayang dana tersebut tidak menyentuh secara keseluruhan dari para pengrajin serta tidak dikelola secara serius, baik oleh pelaksana proyek (para pengrajin) ataupun oleh penanguang jawab proyek (pemerintah dan lembaga pemberdayaan masyarakat). Hal ini diperjelas oleh pernyatan dari ketua Asosiasi LPMD kec Katapang Drs Andang Jumhawan yang mengatakan bahwa dana yang dipergunakan untuk menanggulangi kemiskinan perkotaan sebagian memang disalurkan kepada para pengrajin sangkar burung yang secara penilaian kami pengrajin tersebut tidak memiliki modal tetapi memiliki kemampuan untuk berkembang. Artinya jelas tidak semua pengrajin sangkar burung dapat tersentuh dengan dana tersebut. Beliaupun menjelaskan bahwa dari dana yang disalurkan kepada para pengrajin tersebut rata-rata mulur dalam pengembaliannya dan hanyak 60 % saja dana yang bisa ditarik kembali.
Hal senada di ungkapkan oleh bapak Wilson Fisher mantan kepala desa Sangkanhurip yang menjelaskan bahwa penyaluran dana P2KP yang di salurkan kepada para pengrajin sangkar burung tersebut sebenarnya tidak gagal, tapi hanya dalam pengembaliannya terjadi kemuluran waktu pembayaran hal ini di lebih didorong karena sistem pemberian bantuannya yang kurang tepat. Ibaratnya kalau dulu ini pemerintah memberikan langsung ikannya tapi tidak memberikan bagaimana cara menangkap ikannya. Artinya dulu pemberian hanya difokuskan pada pemberian modal usahanya dan tidak meberikan cara bangaimana agar modal usaha tersebut bisa berkembang dengan baik.
Banyak sebenarnya hal yang sudah pemerintah upayakan untuk mendorong para pengajin bisa lebih berkembang kembali, selain program P2KP, pemerintah pun pernah mengikut sertakan para pengrajin pada program JPS (Jaring Pengaman Sosial), pembuatan kelompok-kelompok usaha yang tujuannya agar pengajin-pengrajin tersebut bisa lebih berdaya. Tekad pemerintah kedepan akan terus berupaya mencari berbagai cara yang akan membangkikan usaha sehingga para pengrajin bisa lebih baik kembali.
Diperlukan Pendidikan Sumber Daya Manusia yang Profesional
Rendahnya tingkat pendidikan di kalangan pengrajin adalah salah satu permasalahan yang paling mendasar sehingga kualitas dan pengembangan kerajinan sangkar burung di desa Sangkanhurip dirasakan belum maksimal, bahkan di tahun terakhir menunjukan angka penurunan jumlah para pengrajin tersebut. Tercatat dari sejumlah para pengrajin sangkar burung yang ada di desa Sangkanhurip menujukan tingkat pendididkan yang cukup rendah yaitu Sarjana hanya 2 %, tingkat SLTA sekitar 10 %, SLTP berjumlah 30 %, SD menunjukan jumlah yang cukup besar yaitu 45%, tidak tamat SD ada 12 % dan tidak sekolah sebanyak 1 %.
Faktor SDM ini sebenarnya yang menjadi salah satu kunci keberhasilan dari pada para pengrajin tersebut, sehingga sistem management pada pengelolaan dan pengembangan kerajinan sangkar burung ini tidak di kelola secara propesional. ”Dalam pengelolaannya saya bikin sesederhana mungkin, tidak menjelimet, tidak memerlukan teknik pengaturan yang tinggi, kita hanya harus tahu berapa yang masuk dan berapa yang keluar, di SDM pun kita tidak melakukan pelatihan ataupun apa, karena masyarakat didisini sebenarnya sudah menganggap bahwa keterampilan pembuatan sangkar burung ini adalah keterampilan yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyangnya, jadi pada dasarnya orang sini sudah pada bisa” Jelas Bapak Tardi, 40 tahun, yang mengaku menekuni kerajinan sangkar burung ini dari sejak kelas 2 SD dan sudah memiliki 6 orang pengrajin dirumahnya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingkat pendidikan di kalangan para pengrajin cukup rendah adalah yang pertama faktor yang menganggap bahwa propesi kerajinan sangkar burung tidak memerlukan teknik yang tinggi, didapat secara turun-temurun, tidak secara khusus di pelajari sehingga tidak perlu sekolah yang tinggi. Faktor yang ke dua adalah kurangnya perhatian dari berbagai element dan adanya suatu anggapan bahwa propesi kerajinan sangkar burung ini kurang menjanjikan bagi masa depan sehingga orang-orang banyak yang memilih propesi lain atau bekerja di perusahaan yang lebih besar. Faktor yang ke tiga adalah faktor perekonomian dari pada masyarakat yang masih rendah atau tidak merata.
Pentinggnya pendidikan pada dasarnya di sadari oleh para pengrajin sangkar burung yang ada di Desa Sangkanhurip. Tingkat pendidikan akan membantu terhadap pengembangan wawasan, cara berfikir, idea dan tingkat kreatifitasan juga pendidikan pun salah satu yang mempermudah persyaratan dalam memperoleh dana bantuan dari pihak luar.
Modalnya serba pas-pasan
Modal yang berputar di para pengajin sangkar burung yang ada di Desa Sangkanhurip bekisar antara 10 juta sampai 30 juta per kelompok pengrajin. Modal tersebut sebagian besar diadapat dari hasil menabung atau jerih payahnya sendiri. Sedikit sekali yang didapat dari hasil pinjaman atau bantuan dari luar. Permodaan tersebut terdiri dari modal tetap, bahan baku dan biaya oprasional, serta upah para pekerja.
Permodalan yang di miliki oleh para pengrajin dirasakan serba pas-pasan, dan sangat sulit untuk pengembangannya, hal ini dirasakan oleh hampir sebagaian besar pengrajin. ”Dalam situasi seperti ini dimana bahan-bahan pada naik, seperti gergaji, sirlak, cat, bambu ataupun kayu cukup besar kenaiknya, ya... kita harus bisa-bisanya mengatur karena memang modal kita serba pas-pasan dan kita pun sangat kesulitan dalam memperoleh permodalan dalam pengembangan usaha ini” tutur Bapak Uu Wahyudin salah satu pengrajin sangkar burung dari Dusun Bungur sari
Memang sekarang sudah ada pihak yang sudah mulai melirik para pengrajin ini dan ada satu dua orang pengajin yang sudah mulai menerima kucuran bantuan permodalan dari pihak bank Swasta. Dana yang diperoleh dari pihak bank swasta ini bekisar antara 5 sampai 15 juta dalam masa pinjaman sampai 5 tahun. Bantuan dana dari pihak Bank Swasta ini memang cukup membantu walaupun masih dirasakan belum cukup untuk pengembangan usaha kerajinan sangkar burung ini. Selain jumlah pinjamannnya relatif kecil ternyata dalam memperolehnya sangat sulit sekali, karena tidak sembarang orang bisa mendapatkannya, banyak syarat-syarat yang harus dipenuhinya, yang jelas akan sangat sulit bagi para pengrajin yang dikelola secara tradisional dengan management tradisonal tanpa administrasi yang tersusun dengan baik dan terencana.
Kesulitan para pengrajin sehingga para pengrajin sangat memerlukan dukungan dana adalah karena adanya faktor kenaikan pada beberapa bahan baku dan bahan pembantu yang tidak ikuti secara seimbang oleh kenaikan harga jual yang sebanding dari produk yang di hasilkan yaitu sangkar burung, Kenaikan bahan baku dan bahan pembantu mencapai 50 % sampai 70 % sedangkan kenaikan harga jual maksimal hanya 20 % saja. Hal ini jelas sangat tidak seimbang dan mengganggu perputaran keuangan sehingga masalah ini merupakan salah satu faktor yang menjadikan penurunan produksi para pengrajin sangkar burung.
Selain kenaikan bahan baku maupun bahan pembantu yang tidak seimbang dengan kenaikan harga sangkar burung yang di produksi, banyak faktor yang lain yang sangat menggangu perputaran modal sehingga menjadi kurang sehat, seperti dengan adanya isu wabah flu burung, produsi pun sampai sekarang belum pulih seperti biasa, produksi hingga saat ini masih turun antara 30 % sampai 40 % walaupun kalau dibanding dengan tiga bulan kebelakang ada suatu kenaikan permintaan dari pasar. Dengan kasus wabah flu burung banyak sekali sangkar burung yang dengan terpakasa harus di jual dengan harga yang murah dari pada harus disimpan dan hancur dimakan rayap. Para pengrajin pun mengurangi kapasitas produksinya, dan lebih hati-hati menyikapi berbagai pesanan sangkar burung
Pemasaran Melalui Agen
”Sekarang sebetulnya permasalahan yang ada di para pengajin sangkar burung itu adalah masalah bagaimana menjual hasil kerajinannya, walaupun sekarang juga sebenarnya pemasaran tersebut melalui agen-agen yang sudah menjadi langganan, tapi kalau seandainya kita mempunyai pasaran yang lebih baik setidaknya para pengrajin bisa lebih baik lagi. Seperti kita ketahui bahwa sangkar itu bukan merupakan kebutuhan pokok, ya.... dalam masa yang serba sulit ini memang agak susah dalam mencari pasar, kondisi sekarang saja dengan adanya isu wabah flu burung belum pulih secara normal, sekarang saya lebih mengharapkan ada pihak buyer dari luar negeri yang mau membeli produk kerajina sangkar burung dari kita ini, masalah kualitas saya berani menjamin” jelas pak Undang Wakyudin, 42 tahun salah satu pengajin dari Dusun Bojong tanjung, yang mengaku sudah menekuni kerajina sangkarnurung ini selama 25 tahun.
Cara pemasaran yang dilakukan oleh para pengrajin pada dasarnya hanya ada dua cara yaitu pemasaran dengan cara penyaluran lewat agen, dan cara pemasaran yang dilakukan secara langsung kepada konsumen. Dari kedua cara pemasaran ini memang mempunyai kelebihan dan kekuranggnya. Cara pemasaran yang menggunakan agent kelebihannya adalah produk yang dibuat rata-rata berdasarkan permintaan agent, quantitinya bisa banyak, bisa lebih bertahan lama. Kekurangnnya pemasaran dilakukan ke agent adalah keuntungan yang didapat sedikit dan kita tidak mengetahui penyaluran sebanarnya produk hasil kerajinan tersebut. Hal ini berbeda dengan pemasaran yang dilakukan sendiri dan langsung ke konsumen, kelebihannya keuntungan yang didapat bisa lebih besar karena pemasaran bisa langsung ke konsumen artinya ada jalur yang di pangkas yaitu agen, kita dapat tahu secara langsung keinginan konsumen dan sasaran konsumen. Kelemahan sistem pemasaran langsung adalah jumlah produk terbatas tidak bisa banyak karena ini di tentukan oleh bagaimana kita mau dan bisa mencari konsumen yang akan membeli hasil kerajinan tersebut.
Sistem pemasaran dengan sitem penyaluran lewat agent memang sistem pemasaran yang sekarang dianggap lebih baik, tapi kalau kita lihat perbandingan sosial ekonomi antara para pengrajin dengan para agent jelas sangat telihat perbedaanya, dengan kata lain para agent lebih menguasai para pengrajin sehingga harga pun ditetapkan berdasarkan standar yang ditetapkan oleh para agent bukan berdasarkan standar yang ditetapkan oleh para pengrajin. Tapi sistem pemasaran dengan para agent lebih menjamin keberlangsungan produksi dan tidak sulit memasarkan ke berbagai daerah.
Tujuan pemasaran para pengajin sangkar burung yang sudah memiliki hubungan dengan para agen yaitu agen-agen yang ada di daerah Jakarta, Cirebon, Suka Haji Bandung, Ujung berung Bandung. Pemasaran sangkar burung dari para agen memang disalurkan keberbagai daerah yang ada di Indonesia bukan saja di pulau Jawa tapi sampai ke pulau Sumatra sepeti Padang, Medan, Lampung, ke pulau Kalimanta sepeti Banjarmasin dan Pontianak ke Indonesia bagian timur seperti ke Maluku, Bali dan Kupang. Bukan hanya di dalam negeri pemasaran sangkar burung ini tapi para pengrajin sangkar burung pun pernah mendapat pesanan dari Negara Jepang dan Malayasia melalui agent yang ada di Jakarta dan Cirebon.
Sistem pemasaran dari suatu produk haruslah dikelola dengan baik dan dengan cara yang lebih propresional, hal ini adalah untuk menjamin keberlangsungan proses usaha tersebut. Untuk teciptanya suatu sistem pemasaran yang lebih baik jelas diperlukan sesuatu yang bisa mendorong terwujudnya sistem tersebut, faktor-faktor yang sangat memungkinkan terwujudnya sistem tersebut adalah yang pertama adalah faktor dari pelaku usahanya sendiri, adanya kemauan sehingga mampu menciptakan kemampuan dalam proses pemasaran tersebut. Faktor yang kedua adalah adanya dukungan dan perhatian dari pemerintah setempat untuk meciptakan sistem pemasaran yang baik dan mencitakan suatu iklim infestasi yang baik pula sehingga pemasaran bisa lebih menjanjikan. Faktor ke tiga adalah faktor yang datangnya dari fihak lembaga atau perorangan pemdukung atau pemerhati keberlangsungan kerajinan yang membatu mendorong terciptanya suatu sistem pemasaran yang lebih baik, berkembang dan mandiri.
Drs Andang Jumhawan ketua Asosiasi LPMD (Lembaga Pemerdayaan Masyarakat Desa) Kec. Katapang berharap dalam sistem pemasaran sangkar burung kedepan perlu dibentuk sebuah wadah seperti koperasi yang akan berfungsi sebagai sarana penampungan pemasaran bagi para pengrajin juga berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan para pengrajin tersebut.
Sepenggal Harapan
Seiring dengan bergulirnya berbagai kebijakan pemerintah baik tingkat desa ataupun kabupaten, terutama dengan adanya pengaturan pelimpahan kewengan dari tingkat kabupaten ke tingkat desa yang di dukung oleh pengaturan keseimbangan fiskal antara desa dengan kabupaten. Ini akan membuka sidikit peluang dan harapan usaha karena diharapakan dengan adanya penyerahan kewenagan dan perimbangan fiskal ini pemerintah desa akan lebih leluasa dalam mengelola potensi yang ada di desanya masing-masing, dengan sistem pengotrolan yang melibatkan masyarakat yang ada di desa tersebut.
Alokasi Dana Desa (ADD) sekarang di buat dan direncanakan 100% benar-benar berdasarkan aspirasi dari masyarakat desa yang ditampung lewat Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD). Hal ini menunjukan suatu kemajuan sistem yang lebih baik, lebih transfaran, lebih aspiratif dan lebih selektif. Dalam kesempatan ini masyarakat berhak mengajukan, mengusulkan serta mengatur anggaran alokasi dana desa sesuai dengan keperluan dan potensi yang berkembang di desa tersebut.
Para pengajin sangkar burung pun berharap mendapat perhatian dan dukungan yang lebih baik dari pemerintah dalam berbagai hal. Misalnya dalam bentuk perijinan usaha diharapkan dapat lebih mudah dan murah. Setidaknya pemerintahpun bisa membantu para pengrajin dengan membuka berbagai pelatihan yang dapat memacu kreatifitas dan motifasi para pengrajin sehingga diharapakan para pengajin bisa lebih berkembang lagi.
Tidak ketinggalan peranan media komunikasi warga Radio Komunitas PASS FM 107,9 MHz bisa menjadi sebuah peluru kendali yang harus mampu mengontrol, mendorong, mendobrak berbagai kebijakan dan peluang sehingga akan tercipta suatu ke sinergisan usaha yang lebih baik. Radio Komunitas PASS FM banyak mengangkat potensi-potensi masyarakat, mengajak masyarakat bisa lebih cerdas. Dalam awal langkahnya PASS FM banyak menggelar diskusi tetang berbagai potensi desa, yang salah satunya tentang pemberdayaan pengrajin sangkar burung, dengan mengundang berbagai element yang berhubungan dengan pemberdayaan pengrajin tersebut.
Dengan bekembang berbagai perhatian, dukungan yang memacu motivasi para pengrajin hal ini merupakan sepenggal harapan yang tersisa yang mudah-mudahan bisa mewujudkan harapan dan cita-cita para pengrajin dengan sukses tanpa rintangan dan hambatan.
Luas desa Sangkanhurip adalah 306.977 ha yang terdiri dari 153.505 ha atau hampir setengah dari wilayah desa Sangkanhurip adalah wilayah pertanian dan 107.665 ha yang dipakai sebagai wilayah pemukiman warga. Walaupun secara geografis desa Sangkanhurip sebagian besar adalah wilayah pertanian tapi ternyata penduduk desa Sangkanhurip yang berprofesi sebagai petani hanya sebagian kecil saja sedangkan sebagaian besar penduduknya berprofesi sebagai buruh atau pekerja swasta. Propesi pekerja swasta atau buruh pun terbagi menjadi beberapa kelompok, ada yang memang bekerja di perusahaan-perusahaan milik swasta dan ada juga yang mempunyai usaha sendiri atau dengan kata lain wiraswata. Wiraswasta yang berkembang di desa Sangkanhurip terbagi menjadi beberapa golongan yaitu indrustri pakaian, industri makanan, industri kerajinan dan lain-lain. Industi kerajinan yang ada di desa Sangkanhurip cukup beragam yaitu, industri kerajina peralatan rumah tangga, kerajinan daur ulang barang-barang bekas dan industri kerajian pembuatan Sangkar burung.
Pembuatan kerajinan sangkar burung di desa Sangkanhurip sudah berlangsung cukup lama dan turun-temurun, sulit rasanya kalau kita menelusuri siapa yang paling awal menekuni kerajinan sangkar burung ini. Era rahun 1960-an kerajinan sangkar burung tersebut paling banyak berada di desa Sukamukti yang letaknya di sebelah timur desa Sangkanhurip, tapi seiring dengan perkembangan justru yang cukup berkembang malah para pengrajin sangkar burung yang ada di desa Sangkanhurip, sedangkan para pengrajin sangkar burung yang ada di desa Sukamukti lambat laun makin sedikit dan sudah banyak yang beralih ke propesi lain.
Proses produksi pembuatan sangkar burung yang dimulai dari yang paling sederhana sampai sekarang berkembang seiring dengan permintaan konsumen dan tuntutan pasar yang menginginkan perubahan yang lebih baik, indah dan tahan lama membuat para pengrajin harus lebih kreatif dan inovatif. Tuntutan pasar dan permintaan konsument tersebut sepenuhnya harus mendapat perhatian yang optimal dari para pengrajin. Naik turun dan pasang surut dalam menjalani propesi menjadi pengrajin sangkar burung memang cukup berat dan hanya mereka yang bisa mengarunginya yang masih bisa bertahan sampai sekarang.
Pemerintah akan Memaksimal Kembali Para Pengrajin
Berdasarkan data statistic perkebangan pengrajin sangkar burung tersebut menujunkan adanya penurunan dari tahun ke tahun, pada tahun 2000 tercatat hampir 30 unit usaha dengan hampir 195 kepala keluarga yang menekuni profesia kerajian sangkar burung. dan data statistic tahun 2005 unit kelembagaan ekonomi yang ada di desa Sangkanhurip tersebut menurun menjadi 19 unit atau kelompok usaha pengrajin sangkar burung yang di kelola atau ditekuni oleh kurang lebih 100 kepala keluarga. Para pengrajin sangkar burung tersebut tersebar di wilayah desa Sangkanhurip serta sebagian besar pengrajin berada di tiga Dusun yang ada di desa Sangkanhurip yaitu Dusun Sukasari, Dusun Bungursari dan Dusun Bojong tangjung.
Dari data tersebut jelas menunjukan bahwa permasalahnnya adalah unit kelompok usaha pengrajin sangkar burung tersebut sebenarnya belum secara serius dikelola dan mendapat perhatian dari pemerintah dan belum disadari bahwa para pengrajin tersebut adalah merupakan suatu aset bagi pengembangan daerah. Pemerintah Desa dan lembaga pemerdayaan masyarakat (LPMD) sebanarnya telah melakukan berbagai upaya dalam ikut mendukung pengembangan para pengrajin tersebut seperti yang di tujukan dari data penyaluran dana P2KP (Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) tahun 2000 menunjukan bahwa pengembangan usaha pengrajin sangkar burung ini sebagian sudah pernah dilakukan melalui program tersebut, tapi berdasarkan evaluasi LPMD ternyata belum bisa berhasil secara tepat sasaran hal ini di buktikan dari pengembalian dana P2KP ini yang mulur dan terkesan macet.
Berdasarkan survey dari beberapa pengrajin sangkar burung yang ada di desa Sangkanhurip memang ada yang mengakui bahwa pada tahun 2000 ada dana P2KP (Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) yang disalurkan kepada para pengrajin. Tapi sayang dana tersebut tidak menyentuh secara keseluruhan dari para pengrajin serta tidak dikelola secara serius, baik oleh pelaksana proyek (para pengrajin) ataupun oleh penanguang jawab proyek (pemerintah dan lembaga pemberdayaan masyarakat). Hal ini diperjelas oleh pernyatan dari ketua Asosiasi LPMD kec Katapang Drs Andang Jumhawan yang mengatakan bahwa dana yang dipergunakan untuk menanggulangi kemiskinan perkotaan sebagian memang disalurkan kepada para pengrajin sangkar burung yang secara penilaian kami pengrajin tersebut tidak memiliki modal tetapi memiliki kemampuan untuk berkembang. Artinya jelas tidak semua pengrajin sangkar burung dapat tersentuh dengan dana tersebut. Beliaupun menjelaskan bahwa dari dana yang disalurkan kepada para pengrajin tersebut rata-rata mulur dalam pengembaliannya dan hanyak 60 % saja dana yang bisa ditarik kembali.
Hal senada di ungkapkan oleh bapak Wilson Fisher mantan kepala desa Sangkanhurip yang menjelaskan bahwa penyaluran dana P2KP yang di salurkan kepada para pengrajin sangkar burung tersebut sebenarnya tidak gagal, tapi hanya dalam pengembaliannya terjadi kemuluran waktu pembayaran hal ini di lebih didorong karena sistem pemberian bantuannya yang kurang tepat. Ibaratnya kalau dulu ini pemerintah memberikan langsung ikannya tapi tidak memberikan bagaimana cara menangkap ikannya. Artinya dulu pemberian hanya difokuskan pada pemberian modal usahanya dan tidak meberikan cara bangaimana agar modal usaha tersebut bisa berkembang dengan baik.
Banyak sebenarnya hal yang sudah pemerintah upayakan untuk mendorong para pengajin bisa lebih berkembang kembali, selain program P2KP, pemerintah pun pernah mengikut sertakan para pengrajin pada program JPS (Jaring Pengaman Sosial), pembuatan kelompok-kelompok usaha yang tujuannya agar pengajin-pengrajin tersebut bisa lebih berdaya. Tekad pemerintah kedepan akan terus berupaya mencari berbagai cara yang akan membangkikan usaha sehingga para pengrajin bisa lebih baik kembali.
Diperlukan Pendidikan Sumber Daya Manusia yang Profesional
Rendahnya tingkat pendidikan di kalangan pengrajin adalah salah satu permasalahan yang paling mendasar sehingga kualitas dan pengembangan kerajinan sangkar burung di desa Sangkanhurip dirasakan belum maksimal, bahkan di tahun terakhir menunjukan angka penurunan jumlah para pengrajin tersebut. Tercatat dari sejumlah para pengrajin sangkar burung yang ada di desa Sangkanhurip menujukan tingkat pendididkan yang cukup rendah yaitu Sarjana hanya 2 %, tingkat SLTA sekitar 10 %, SLTP berjumlah 30 %, SD menunjukan jumlah yang cukup besar yaitu 45%, tidak tamat SD ada 12 % dan tidak sekolah sebanyak 1 %.
Faktor SDM ini sebenarnya yang menjadi salah satu kunci keberhasilan dari pada para pengrajin tersebut, sehingga sistem management pada pengelolaan dan pengembangan kerajinan sangkar burung ini tidak di kelola secara propesional. ”Dalam pengelolaannya saya bikin sesederhana mungkin, tidak menjelimet, tidak memerlukan teknik pengaturan yang tinggi, kita hanya harus tahu berapa yang masuk dan berapa yang keluar, di SDM pun kita tidak melakukan pelatihan ataupun apa, karena masyarakat didisini sebenarnya sudah menganggap bahwa keterampilan pembuatan sangkar burung ini adalah keterampilan yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyangnya, jadi pada dasarnya orang sini sudah pada bisa” Jelas Bapak Tardi, 40 tahun, yang mengaku menekuni kerajinan sangkar burung ini dari sejak kelas 2 SD dan sudah memiliki 6 orang pengrajin dirumahnya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingkat pendidikan di kalangan para pengrajin cukup rendah adalah yang pertama faktor yang menganggap bahwa propesi kerajinan sangkar burung tidak memerlukan teknik yang tinggi, didapat secara turun-temurun, tidak secara khusus di pelajari sehingga tidak perlu sekolah yang tinggi. Faktor yang ke dua adalah kurangnya perhatian dari berbagai element dan adanya suatu anggapan bahwa propesi kerajinan sangkar burung ini kurang menjanjikan bagi masa depan sehingga orang-orang banyak yang memilih propesi lain atau bekerja di perusahaan yang lebih besar. Faktor yang ke tiga adalah faktor perekonomian dari pada masyarakat yang masih rendah atau tidak merata.
Pentinggnya pendidikan pada dasarnya di sadari oleh para pengrajin sangkar burung yang ada di Desa Sangkanhurip. Tingkat pendidikan akan membantu terhadap pengembangan wawasan, cara berfikir, idea dan tingkat kreatifitasan juga pendidikan pun salah satu yang mempermudah persyaratan dalam memperoleh dana bantuan dari pihak luar.
Modalnya serba pas-pasan
Modal yang berputar di para pengajin sangkar burung yang ada di Desa Sangkanhurip bekisar antara 10 juta sampai 30 juta per kelompok pengrajin. Modal tersebut sebagian besar diadapat dari hasil menabung atau jerih payahnya sendiri. Sedikit sekali yang didapat dari hasil pinjaman atau bantuan dari luar. Permodaan tersebut terdiri dari modal tetap, bahan baku dan biaya oprasional, serta upah para pekerja.
Permodalan yang di miliki oleh para pengrajin dirasakan serba pas-pasan, dan sangat sulit untuk pengembangannya, hal ini dirasakan oleh hampir sebagaian besar pengrajin. ”Dalam situasi seperti ini dimana bahan-bahan pada naik, seperti gergaji, sirlak, cat, bambu ataupun kayu cukup besar kenaiknya, ya... kita harus bisa-bisanya mengatur karena memang modal kita serba pas-pasan dan kita pun sangat kesulitan dalam memperoleh permodalan dalam pengembangan usaha ini” tutur Bapak Uu Wahyudin salah satu pengrajin sangkar burung dari Dusun Bungur sari
Memang sekarang sudah ada pihak yang sudah mulai melirik para pengrajin ini dan ada satu dua orang pengajin yang sudah mulai menerima kucuran bantuan permodalan dari pihak bank Swasta. Dana yang diperoleh dari pihak bank swasta ini bekisar antara 5 sampai 15 juta dalam masa pinjaman sampai 5 tahun. Bantuan dana dari pihak Bank Swasta ini memang cukup membantu walaupun masih dirasakan belum cukup untuk pengembangan usaha kerajinan sangkar burung ini. Selain jumlah pinjamannnya relatif kecil ternyata dalam memperolehnya sangat sulit sekali, karena tidak sembarang orang bisa mendapatkannya, banyak syarat-syarat yang harus dipenuhinya, yang jelas akan sangat sulit bagi para pengrajin yang dikelola secara tradisional dengan management tradisonal tanpa administrasi yang tersusun dengan baik dan terencana.
Kesulitan para pengrajin sehingga para pengrajin sangat memerlukan dukungan dana adalah karena adanya faktor kenaikan pada beberapa bahan baku dan bahan pembantu yang tidak ikuti secara seimbang oleh kenaikan harga jual yang sebanding dari produk yang di hasilkan yaitu sangkar burung, Kenaikan bahan baku dan bahan pembantu mencapai 50 % sampai 70 % sedangkan kenaikan harga jual maksimal hanya 20 % saja. Hal ini jelas sangat tidak seimbang dan mengganggu perputaran keuangan sehingga masalah ini merupakan salah satu faktor yang menjadikan penurunan produksi para pengrajin sangkar burung.
Selain kenaikan bahan baku maupun bahan pembantu yang tidak seimbang dengan kenaikan harga sangkar burung yang di produksi, banyak faktor yang lain yang sangat menggangu perputaran modal sehingga menjadi kurang sehat, seperti dengan adanya isu wabah flu burung, produsi pun sampai sekarang belum pulih seperti biasa, produksi hingga saat ini masih turun antara 30 % sampai 40 % walaupun kalau dibanding dengan tiga bulan kebelakang ada suatu kenaikan permintaan dari pasar. Dengan kasus wabah flu burung banyak sekali sangkar burung yang dengan terpakasa harus di jual dengan harga yang murah dari pada harus disimpan dan hancur dimakan rayap. Para pengrajin pun mengurangi kapasitas produksinya, dan lebih hati-hati menyikapi berbagai pesanan sangkar burung
Pemasaran Melalui Agen
”Sekarang sebetulnya permasalahan yang ada di para pengajin sangkar burung itu adalah masalah bagaimana menjual hasil kerajinannya, walaupun sekarang juga sebenarnya pemasaran tersebut melalui agen-agen yang sudah menjadi langganan, tapi kalau seandainya kita mempunyai pasaran yang lebih baik setidaknya para pengrajin bisa lebih baik lagi. Seperti kita ketahui bahwa sangkar itu bukan merupakan kebutuhan pokok, ya.... dalam masa yang serba sulit ini memang agak susah dalam mencari pasar, kondisi sekarang saja dengan adanya isu wabah flu burung belum pulih secara normal, sekarang saya lebih mengharapkan ada pihak buyer dari luar negeri yang mau membeli produk kerajina sangkar burung dari kita ini, masalah kualitas saya berani menjamin” jelas pak Undang Wakyudin, 42 tahun salah satu pengajin dari Dusun Bojong tanjung, yang mengaku sudah menekuni kerajina sangkarnurung ini selama 25 tahun.
Cara pemasaran yang dilakukan oleh para pengrajin pada dasarnya hanya ada dua cara yaitu pemasaran dengan cara penyaluran lewat agen, dan cara pemasaran yang dilakukan secara langsung kepada konsumen. Dari kedua cara pemasaran ini memang mempunyai kelebihan dan kekuranggnya. Cara pemasaran yang menggunakan agent kelebihannya adalah produk yang dibuat rata-rata berdasarkan permintaan agent, quantitinya bisa banyak, bisa lebih bertahan lama. Kekurangnnya pemasaran dilakukan ke agent adalah keuntungan yang didapat sedikit dan kita tidak mengetahui penyaluran sebanarnya produk hasil kerajinan tersebut. Hal ini berbeda dengan pemasaran yang dilakukan sendiri dan langsung ke konsumen, kelebihannya keuntungan yang didapat bisa lebih besar karena pemasaran bisa langsung ke konsumen artinya ada jalur yang di pangkas yaitu agen, kita dapat tahu secara langsung keinginan konsumen dan sasaran konsumen. Kelemahan sistem pemasaran langsung adalah jumlah produk terbatas tidak bisa banyak karena ini di tentukan oleh bagaimana kita mau dan bisa mencari konsumen yang akan membeli hasil kerajinan tersebut.
Sistem pemasaran dengan sitem penyaluran lewat agent memang sistem pemasaran yang sekarang dianggap lebih baik, tapi kalau kita lihat perbandingan sosial ekonomi antara para pengrajin dengan para agent jelas sangat telihat perbedaanya, dengan kata lain para agent lebih menguasai para pengrajin sehingga harga pun ditetapkan berdasarkan standar yang ditetapkan oleh para agent bukan berdasarkan standar yang ditetapkan oleh para pengrajin. Tapi sistem pemasaran dengan para agent lebih menjamin keberlangsungan produksi dan tidak sulit memasarkan ke berbagai daerah.
Tujuan pemasaran para pengajin sangkar burung yang sudah memiliki hubungan dengan para agen yaitu agen-agen yang ada di daerah Jakarta, Cirebon, Suka Haji Bandung, Ujung berung Bandung. Pemasaran sangkar burung dari para agen memang disalurkan keberbagai daerah yang ada di Indonesia bukan saja di pulau Jawa tapi sampai ke pulau Sumatra sepeti Padang, Medan, Lampung, ke pulau Kalimanta sepeti Banjarmasin dan Pontianak ke Indonesia bagian timur seperti ke Maluku, Bali dan Kupang. Bukan hanya di dalam negeri pemasaran sangkar burung ini tapi para pengrajin sangkar burung pun pernah mendapat pesanan dari Negara Jepang dan Malayasia melalui agent yang ada di Jakarta dan Cirebon.
Sistem pemasaran dari suatu produk haruslah dikelola dengan baik dan dengan cara yang lebih propresional, hal ini adalah untuk menjamin keberlangsungan proses usaha tersebut. Untuk teciptanya suatu sistem pemasaran yang lebih baik jelas diperlukan sesuatu yang bisa mendorong terwujudnya sistem tersebut, faktor-faktor yang sangat memungkinkan terwujudnya sistem tersebut adalah yang pertama adalah faktor dari pelaku usahanya sendiri, adanya kemauan sehingga mampu menciptakan kemampuan dalam proses pemasaran tersebut. Faktor yang kedua adalah adanya dukungan dan perhatian dari pemerintah setempat untuk meciptakan sistem pemasaran yang baik dan mencitakan suatu iklim infestasi yang baik pula sehingga pemasaran bisa lebih menjanjikan. Faktor ke tiga adalah faktor yang datangnya dari fihak lembaga atau perorangan pemdukung atau pemerhati keberlangsungan kerajinan yang membatu mendorong terciptanya suatu sistem pemasaran yang lebih baik, berkembang dan mandiri.
Drs Andang Jumhawan ketua Asosiasi LPMD (Lembaga Pemerdayaan Masyarakat Desa) Kec. Katapang berharap dalam sistem pemasaran sangkar burung kedepan perlu dibentuk sebuah wadah seperti koperasi yang akan berfungsi sebagai sarana penampungan pemasaran bagi para pengrajin juga berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan para pengrajin tersebut.
Sepenggal Harapan
Seiring dengan bergulirnya berbagai kebijakan pemerintah baik tingkat desa ataupun kabupaten, terutama dengan adanya pengaturan pelimpahan kewengan dari tingkat kabupaten ke tingkat desa yang di dukung oleh pengaturan keseimbangan fiskal antara desa dengan kabupaten. Ini akan membuka sidikit peluang dan harapan usaha karena diharapakan dengan adanya penyerahan kewenagan dan perimbangan fiskal ini pemerintah desa akan lebih leluasa dalam mengelola potensi yang ada di desanya masing-masing, dengan sistem pengotrolan yang melibatkan masyarakat yang ada di desa tersebut.
Alokasi Dana Desa (ADD) sekarang di buat dan direncanakan 100% benar-benar berdasarkan aspirasi dari masyarakat desa yang ditampung lewat Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD). Hal ini menunjukan suatu kemajuan sistem yang lebih baik, lebih transfaran, lebih aspiratif dan lebih selektif. Dalam kesempatan ini masyarakat berhak mengajukan, mengusulkan serta mengatur anggaran alokasi dana desa sesuai dengan keperluan dan potensi yang berkembang di desa tersebut.
Para pengajin sangkar burung pun berharap mendapat perhatian dan dukungan yang lebih baik dari pemerintah dalam berbagai hal. Misalnya dalam bentuk perijinan usaha diharapkan dapat lebih mudah dan murah. Setidaknya pemerintahpun bisa membantu para pengrajin dengan membuka berbagai pelatihan yang dapat memacu kreatifitas dan motifasi para pengrajin sehingga diharapakan para pengajin bisa lebih berkembang lagi.
Tidak ketinggalan peranan media komunikasi warga Radio Komunitas PASS FM 107,9 MHz bisa menjadi sebuah peluru kendali yang harus mampu mengontrol, mendorong, mendobrak berbagai kebijakan dan peluang sehingga akan tercipta suatu ke sinergisan usaha yang lebih baik. Radio Komunitas PASS FM banyak mengangkat potensi-potensi masyarakat, mengajak masyarakat bisa lebih cerdas. Dalam awal langkahnya PASS FM banyak menggelar diskusi tetang berbagai potensi desa, yang salah satunya tentang pemberdayaan pengrajin sangkar burung, dengan mengundang berbagai element yang berhubungan dengan pemberdayaan pengrajin tersebut.
Dengan bekembang berbagai perhatian, dukungan yang memacu motivasi para pengrajin hal ini merupakan sepenggal harapan yang tersisa yang mudah-mudahan bisa mewujudkan harapan dan cita-cita para pengrajin dengan sukses tanpa rintangan dan hambatan.